Terdengar suara
telpon berbunyi dari ruangan bawah.
“Halo, dengan Dinda Kurniawan di sini.
Dengan siapa saya bicara?”
Sosok perempuan cantik menerima telpon tersebut.
Dia adalah salah seorang putrid kolongmerat di kota metropolitan ini, ya dia
adalah Dinda.
“eh iya Din, ini Rico. Nadine ada ga?
“oh Rico, iya ada, tunggu sebentar ya?”
“iya, Din”
Dengan suara keras, Dinda berusaha memanggil
Nadine, adiknya.
“Nadine…Nadine.?? Ini loh Rico telpon..!!”
“iya kaakk… sebentar….” Nadine turun dari anak
tangga, satu persatu, bagaikan seoang putri Raja yang anggun.
“nih pacar kamu telpon…” gurau Dinda sambil
memberikan telpon kepada Nadine.
“ahh kakak, apaan sih..??” jawab Nadine tersipu
malu, sambil melihat kakaknya berlalu.
“Halo?”
“iya dek, halo juga”
“Ada apa kak?”
“Hmmm… ga ada apa-apa kok Cuma mau tanya aja”
“tanya? Tanya apa sih?” respon Nadine sigap.
“gini dek. Sabtu ini aku ada acara sama
temen-temen di puncak, aku mau ngajak kamu, tapi kamu punya waktu ga?” tanya
Rico ragu.
“hmmm.. gimana yaa? Boleh deh, sekalian
refreshing, hehe tapi jemput ya?”
“oke deh, jam 7 aku jemput kok. Ya udah, kakak
mau latihan basket dulu ya? I l love you”
“iya kakak, I love you too” menutup telpon sambil
melepaskan seutas senyuman yang menawan tanda kebahagiaan,
***
Hari Sabtu tiba. Jam sudah menunjukkan angka 9,
tetapi Rico belum juga datang menjemput Nadine.
“loh belum berangkat?” tanya Dinda dari balik
pintu.
“belum nih, kak.. padahal rumah Kak Rico kan ga
jauh amat, palingan setengah jam udah sampai, tapi belum datang juga..” dengan
wajah cemberut menghiasi wajahnya.
“mungkin macet kali, coba aja kamu telpon dia..”
“udah kak, tapi ga ada respon”
“ya udah, sini duduk sama kakak..”
Nadine pun duduk di kursi teras sambil berusa
terus menerus menghubungi Rico dengan wajah cemberut penuh kesal.
Beberapa menit kemudian, Nadine menerima telepon
dari seseorang.
“Halo, apa benar ini keluarga dari saudara Rico?”
“keluarga? Emm iya, ada apa ya?”
“kami dari pihak Rumah Sakit Bhakti Husada,
mengabarkan bahwa saudara Rico mengalami kecelakaan lalulintas…”
Degan spontan, ponsel yang digenggam Nadine
terjatuh. Dinda yang tidak tau apa yang ia bicarakan merasa kaget.
“Ada apa, Din?”
“Kak…kak…ayo kita ke rumah sakit, ayo…!!!” paksa
Nadine.
“iya dek kita ke sana, yapi ngapain?” tanya Dinda
bingung.
“Rico, kak…. Rico…!!” jawab Nadine tergesa-gesa.
“iya dek, dia kenapa?” tanya Dinda semakin
bingung.
“dia kecelakaan…” ungkap Nadine sambil meneteskan
air mata.
“apa? Kecelakaan? Udah ya kamu tenag, kita
kesana…”
Dinda dan Nadine pergi menuju RS Bhakti Husada.
Nadine terus menangis mengkhawatirkan keadaan Rico.
***
Akhirnya, mereka sampai di rumah sakit dan
langsung menuju receptionist.
“Mbak, pasien dengan nama Rico berada di ruangan
mana?” tanya Dinda kepada salah satu receptionist.
“tunggu sebentar ya, saya cari dulu…”
“iya.. udah dek jangan nangis lagi….” Dinda
berusaha menenangkan Nadine.
“ini dia, Saudara Rico berada di ruangan mawar
nomor 05”
Nadine langsung meninggalkan kakaknya setelah
mendengar tempat Rico dirawat.
“terima kasih ya mbak..”
“iya sama-sama…”
Dinda pergi mengikuti Nadine dengan langkah lebar
berusaha mengejar Nadine. Nadine sampai di ruangan Rico dirawat, diikuti dengan
Dinda.
“Rico….” ucap Nadine setelah melihat Rico yang
terbaring lemah tak berdaya.
“Nadine..?” menyapa Nadine dengan seutas
senyuman. Nadine mendekat. Melihat air mata yang menetes di pipi Nadine, Rico
berusaha menghapus air mata itu.
“sudah, jangan nangis… aku gapapa kok…” kembali
memberikan senyuman penuh kasih.
“aku cuma khawatir sam…..”
“ssttt…. Udahh…” Rico menyelah pembicaraan
Nadine.
“udah ah nangisnya ntar make-up nya ilang lohh…”
gurau Rico mencairkan suasana, Nadine menghapus air matanya.
“oh iya, tadi aku beliin kamu bunga mawar, tapi
mawarnya agak rusak….” Rico memberikan bunga itu dan Nadine memeluknya erat.
“gapapa kok, aku seneng…” air mata Nadine kembali
menetes.
“aku bahagia bisa kenal kamu, bisa sayangin kamu
dan bisa cintai kamu sepenuh hati..” pelukan Rico semakin erat memeluk Nadine.
“aku mencintaimu, Nadine…” ucap Rico dengan nada
lirih, tubuh Rico melemas dan deraian air mata menghujani kepergian Rico.
Nadine melepaskan pelukannya.
“Rico…!!! Ricoo….!!!” teriak Nadine tak rela
melepaskankepergian Rico. Kini Nadine hanya bisa menangis dan merana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar